Oleh: Alayya Indika Bayani
Puisi
muncul sebagai salah satu wujud pengekspresian manusia. Dengan cirinya yang
khusus selalu menarik bagi penikkmatnya. Puisi merupakan wujud pengekspresian
perasaan (pencipta) melalui kata-kata yang indah. Puisi adalah karangan yang
terikat aturan sastra beruapa bait, baris, jumlah suku kata, sajak/rima, dan
irama. Puisi diwujudkan dengan kata-kata dan bahasanya padat akan makna.
Biasanya puisi menggunakan bahasa konotasi yang bermakna ganda atau makan
bersayap.
Selain itu puisi merupakan bentuk kesustraan paling tua. Pada awalnya puisi dimaknai sebagai karangan yang terikat aturan sastra, namun kenyataan itu berubah seiring pekembangan zaman. Perkambagan kratifitas manusia yang dinamis menyebabkan banyak jenis dalam puisi. Diantarannya ada puisi lama, puisi baru dan puisi kontemporer. Sehingga puisi tidak hanya ragam terikat dengan aturan sastra, melainkan ragamnya terus berkembang sampai pada titik dimana karangannya yang tidak terikat aturan sastra.
Di bawah ini
merupakan puisi “Di Bawah Langit Malam” karya Ahmadun Yosi Hefanda.
Di Bawah Langit Malam
Karya: Ahmadun Yosi Hefanda
Kucium kening bulan
Dalam sentuhan dingin angin malam
Ayat-ayat tuhan pun tak pernah bosan
Memutar planet-planet dalam keseimbangan
Langin yang yang membentang
Menenggelamkanku ke jagat dalam
Kutemukan lagi ayat ayat tuhan
Inti segala kekuatan putaran
Jagad yang terhampar
Membawaku ke singgasana rahasia
Pusat segala energi dan cahaya
Membebaskan jiwa
Dari penjara kefanaannya
Kucium lagi kening bulan
Engkau pun tersenyum
Dalam penyerahan
Purworejo 1983
Puisi
“Di Bawah Langit Malam” merupakan salah satu karya sastra Ahmadun Yosi Hefanda. Beliau adalah seorang
jurinalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. Beliau banyak menulis esai
sastra, cerpen, dan sajak sufistik sosial-religius. Semenjak beliau menjadi
mehasiawa beliau banyak berkecimpung didunia menulis kreatif dan terlibat aktif
dalam organisasi kepenulisan kampus. Kemudin berlanjut hingga saat ini.
Dari Puisi ini,
dapat saya pahami bahwa puisi ini beriisi mengenai hubungan spiritual sang
penulis kepada Tuhan. Penggambaran latar
malam, mejadikan kesan kuatnya kesyahduan hubungan itu. Penggunaan kata
mencurahkanan perasaan keikhlasan
mendalan kepada Tuhan. Penulis mecoba menerangkan betapa kuasanya Tuhan dalam
mengatur kehidupan ini.
Puisi ini
menggunakan kata konotasi yang merupakan kata yang tidak menggambarkan makna sebenanya.
Hal ini terihat dari penguanaan diksi penulis pada pengambaran kuasa-Nya yang
mencoba untuk penulis ungkapkan lewat puisi.
Terdapat
pencitraan perabaan pada baris “dalam sentuhan dingin angina malam”.
Pada baris
“ayat-ayat tuhan pun tak pernah bosan, memutas planet-planet dalam keseimbangan
menggunkan majas personifikasi. Majas ini adalah majas yang menyamakan benda mati
seperti kehidupan manusia.