Sepuluh
tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah
sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari
itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh
tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda
(Siasat Th IX, No. 442 1955)
Puisi tersebut berkaitan dengan peristiwa terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang dikenal dengan persitiwa 10 November atau pertempuran Surabaya. Pertempuran Surabaya merupakan salah satu sejarah di negara Indonesia. Pertempuran antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Britania Raya. Peristiwa besar ini terjadi di kota Surabaya, Jawa Timur. Peristiwa ini merupakan perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Perang ini telah banyak menggugurkan para pahlawan di medan perang. Setidaknya 6,000 – 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Banyak pahlawan yang gugur dengan tembakan pistol, sebab rata-rata senjata musuh adalah pistol.